Jumat, Desember 28, 2012

Secarik surat untukmu


Dear kakak ku sayang,
          Bisakah kau hitung kebersamaan kita sampai hari ini? Kakakku sayang, sudah hampir 3 tahun kita selalu bersama, mengenal satu sama lain, berusaha menyatukan benang persahabatan yang entah dari mana asalnya. Kau menyatakan diri sebagai saudaraku, yang pada awalnya tak dapat ku terima. Karena bagiku-saudara itu adalah orang yang notabene sedarah denganku.
Tapi, persaudaraan, persahabatan dan perhatian yang kau berikan membuatku sungguh memandangmu sebagai kakakku. Kau  kakakku-setara dengan kakak kandungku, meski secara hukum tak dapat disamakan begitu.
          Kakakku sayang, bagiku kau adalah orang yang sempurna. Wanita kuat, tegar atau bila  kau tak berkeberatan, bisa ku katakan perkasa. Kau cukup kuat menghadapi masalah keluargamu yang bagiku teramat rumit, Belum lagi masalah tugas akhirmu yang belum menemukan ujung penyelesaian, ditambah lagi kami, adik-adikmu yang teramat manja dan tidak mengerti posisi dan keadaanmu.
          Bagiku, kau cukup menjadi teladan untuk semua tindak-tandukmu. Bukan hanya tentang cara bicara, berpakaian atau emosimu dan bahkan pergaulanmu bagiku semuanya luarbiasa sempurna. Kau tepat sebagai pemimpin, tepat sebagai mahasiswa, dan tepat sebagai kakak.
          Kakak ku yang memang manis, ada pertanyaan yang mungkin akan menggelitikmu. Mengapa kau sekuat itu?  Pantaskah aku menanyakan ini, karena aku sendiri tahu jawabannya.
          Sering kali kekuatanmu, menjadi momok yang menghantuiku. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang sepertinya menjadikanku atheis.
          Kakakku, banyak hal yang tidak kau ketahui tentang ku yang sesungguhnya sering membuatku terluka dan merasa bersalah terhadapmu. Aku tak sebaik yang kau pikirkan, aku tak seturut apa yang engkau bayangkan. Seringkali apa yang kau katakan bertolak belakang dengan akal pikirku. aku bukan seperti Dina yang bisa dengan gamblang mengungkapkan isi pikirannya atau seperti Santi yang bisa menolak dengan ringan jika sesuatu tak berkenan dengan jalan pikirnya. Aku butuh menimbang apakah itu pantas untuk diucapkan atau tidak, atau pantas dilakukan atau tidak. Terlebih semua itu bersangkutan denganmu. Aku tak ingin melukai perasaanmu apalagi sejak kau merangkulku saat aku menangis. AKu sungguh berjanji tak ingin melukai perasaanmu.
          Karena itu, sering kali aku iri dengan Dina dan Santi yang bisa berorasi seturut dengan akal pikir mereka yang terkadang ku benarkan dalam hatiku, namun ku ungkapkan berbeda dengan ucapanku yang benar. Tapi pergolakan dalam hatiku cukup kuat bermain hingga sering membuatku menangis sendiri.
          Kakakku, maaf melanggar janji ku untuk tidak membuatmu terluka. Keputusanku menjadI PKK membuatku tak tenang sampai sekarang. Sering kali aku mempertanyaakan mengapa hal itu ku lakukan sementara tidak ada ketulusan dalam hatiku. Aku bukan orang yang mudah untuk berbagi dengan orang yang baru saja ku kenal, atau orang yang mau membujuk seseorang. Aku lebih senang membiarkan seseorang berjalan dengan akal pikirnya dan menjalani hidupku sendiri. Aku mencintai kesunyian. Aku mencintai kesendirian, dan menjadi PKK sungguh mengusik ketenanganku. Jika boleh, aku tidak ingin melakukan ini. Sungguh.
          Maaf mengusikmu dengan ini. Sering aku bertanya, pernahkah kau jatuh cinta-lagi setelah menjadi PKK? Pernahkah kau merasakan debaran dan letupan kecil di hatimu bila seorang pria menyatakan perasaannya padamu? Mengapa kau cukup tenang dan bersikap pasrah tentang seseorang yang tak perlu ku sebutkan yang dengan tangan terbuka bisa kau maafkan dan bersikap biasa saja. Mengapa bisa? Atau selama ini kau meredamnya dan mengabaikannya demi rasa tanggung jawabmu sebagai PKK? Kakakku, bukan bermaksud untuk menjengkalimu, hanya kau wanita, tidakkah terluka?
          Tidakkah letupan-letupan di hatimu itu yang membuat hidupmu lebih bermakna? Krena bagiku debaran itu merupakan anugerah dan aku menikmati tiap letupan yang singgah dalam hatiku. Kadang aku bertanya mengapa kau cukup datar merasakannya atau akukah yang terlalu berlebihan memaknainya.
          Kakakku, aku sekarang sedang merasakan letupan itu. Kau sudah berulang kali menasehatinya kepadaku. Dan aku menahan rasa cukup lama untuk itu. Dan tak dapat ku pungkiri masih ada rasa rindu hingga kini yang membuat ku terkadang merasa menyesal tidak menerima pernyataan cintanya dulu. Hingga saat ini ada rasa kecewa dalam benakku, kakak, mengapa alurnya harus seperti ini. Aku membenci bagian ini. Terlalu melukaiku.
Lalu kakakku sayang, apakah seorang PKK diwajibkan harus bertindak spertimu? Karena aku yakin aku tak bisa menjadi pemimpin sesempurnamu. Dan aku tak punya keinginan sama sekali sepertimu.
Kakakku sayang, maaf semua ini mungkin cukup mengagetkanmu. Pernah aku berpikir untuk pergi-menjauh dan menyendiri. Tapi ini akan berakibat fatal untuk santi dan Dina. Bukan aku menganggap aku adalah tonggak di kelompok kecil kita. Hanya saja hal ini kemungkinan besar akan terjadi.
Jujur, aku semakin berubah sejak mengenalmu, sejak ikut melayani, namun tak urung pula aku bertanya, benarkah aku  berubah? Karena aku masih mencintai kesendirian dan kesunyianku. Karena aku masih mencintai Kealpaanku hadir di tengah-tengah orang banyak. Dan aku mendapati diriku kehilangan jati diriku yang sesungguhnya, aku lupa membedakan mana aku yang berpura-pura dan mana aku yang sesungguhnya.
Kakakku, bukan aku bermaksud untuk meniadakan kebersamaan kita selama ini. Bukan aku menyesali pertemuan yang terjalin antara kita. Hanya aku tak tahu, apakah jalan yang ku jalani ini benar adanya yang ku inginkan. Karena rasanya topeng ku semakin sulit untuk ku lepaskan. Aku lelah memakainya, namun enggan melepaskannya.
Kakakku sayang, terlalu banyak aturan yang membuatku terantuk dan menjadi batu sandungan untuk kehidupanku sendiri. Kini aku bimbang. TAK DAPAT MENIKMATI SEMUA YANG KU LAKUKAN. Bukan aku tak berusaha. Aku berkorban besar untuk semua perubahan ini. Aku membunuh banyak hal yang ingin kulakukan dan berjuang menemukan kebenaran. Namun, semakin aku berjalan, semakin aku buta. Semakin aku lupa. Kakakku, maaf, semua ini akan mengingkari janji ku untuk tidak melukaimu. Semua ini akan membuatmu tersakiti. Maaf aku bukan orang yang engkau maksud dalam bayanganmu.
Aku justru lebih buruk dari Dina dan Santi. Kealpaanku memberi  kabar hanya ingin mengetahui apa yang sesungguhnya ku pikirkan. Dan hingga kini aku tak menemukannya.
Bahkan, natal ini tak dapat ku maknai dengan indah. Entah mengapa ada rasa kurang dan menjadikannya menjadi hal yang biasa saja.
Kakakku, Kau cukup kaget? Aku juga. AKu kaget bisa mengungkapkan pikiranku sebanyak ini. Setelah membaca ini, pernahkah kau terpikir mengapa pernah bertemu orang aneh sepertiku? Mungkin hal yang wajar karena aku pun takut pada diriku yang tak ku kenali ini. Kakakku sayang, Banyak hal yang sulit untuk ku katakan. Maafkan aku. Aku menyayangimu. (Yang ini dapat kau percaya).

0 comments:

Posting Komentar

 
A Walk to Remember Blogger Template by Ipietoon Blogger Template