Kamis, Agustus 29, 2013

dua Bulan

Menjejak dua bulan.
Bukan waktu yang lama (sesungguhnya)
Namun waktu terasa lambat berjalan.
Mungkin karena masa yang kita lewati teramat rumit.

waktu selalu tidak berpihak-Pertemuan yang jarang,
Kesibukan yang tidak bisa tidak dikerjakan.

Untuk ke-dua bulan;
Masih tidak bisa merayakannya bersama

Malam ini kita habiskan untuk mengoreksi setiap perjalanan kita yang 'menyebalkan'
beberapa bagian yang mengganjal di hati.
terlebih akhir-akhir ini, saat-saat aku harus sibuk untuk PPLku.

hanya ingin ke arah yang lebih baik. Aku-kamu (kita) pasti mengharapkan begitu

Ku syukuri bagian ini sayang.
Ku syukuri di mana aku bisa mencurahkan semua gelisahku padamu.
ku syukuri saat aku bisa menangis di depanmu.
ku syukuri saat aku bisa menjadi diriku
semua denganmu.


aku mencintaimu-- tak peduli apapun-bagaimanapun.
yang kutahu aku hanya ingin bersamamu
memelukmu, menggenggam erat tanganmu.
tidak dengan yang lain.

jadi bertahanlah. untuk masa ini.
kuatlah sayang.
bersabarlah

Aku mencintaimu.

Selamat dua bulan. #Indra Rumahorbo

Rabu, Agustus 28, 2013

Hanya sedang tidak punya pilihan

Mengapa berdiri di bibir jurang ketika ada taman yang indah tempat berlari.

Mengapa harus berdiri di bibir jurang saat ada kasur empuk tempat merbahkan diri

Mengapa harus berdiri di bibir jurang saat ada jalan setapak yang lebih layak untuk di jalani. .

Ya, mengapa harus berdiri di bibir jurang?


Karena sesungguhnya di sini sedang tidak ada taman
sedang tidak ada kasur empuk,
Sedang tidak ada jalan setapak.

Aku benci dengan keadaan aku ta bisa leluasa.

Mengapa hanya bisa berdiri?

Aku hanya memiliki bibir jurang. Dan harus berdiri untuk tidak terjatuh
harus berdiri untuk tidak mati.

Tak ada pilihan. Aku harus berdiri. 

Rabu, Agustus 21, 2013

Pagi yang Asing

Siapa yang pedulu tentang hati? Ternyata tak cukup banyak-- Bahkan cenderung hanya diri sendiri.

Ah ya, Mungkin hanya hati dan kata entah.

Sabtu, Agustus 10, 2013

Kencan Perdana

"oh, sepatunya udah dapat. baguslah."

Singkat namun aku merasa kalimat SMS  ini bernada kecewa. Seharusnya kamu yang ku ajak mencari sepatu ibu guruku sore itu. Kita sudah berjanji kemarin untuk mencarinya. Hanya saja aku takut nanti kita tidak menemukan ukuran yang tepat untuk kakiku.

"iya. jadi kita pergi?"
buru-buru kutekan keypad handphoneku untuk mengetik kalimat itu. Takut membuatmu merasa aku membatalkan janji. Meski aku tahu kalimat itu seharusnya lebih baik berbunyi "GPP sayang, kita ketemu ya. kangen." 


"tp udh dpt." 

balasanmu. Masih singkat. hm. Aku mencoba menerka apa yang kamu pikirkan. kecewakah atau bagaimana. Mencoba meramal pikiranmu dan aku tak berani menyimpulkan apa-apa. Hanya tanda tanya yang menggantung.

"main-main :D "
tidak lupa kusertakan icon tertawa. sekedar meyakinkan kalau kita harus bertemu. Masih ada rasa bersalah padamu. 


"Maen2 apa? kemana le?"



"Main air. hehe. terserah ab aja."

iya. Aku juga bingung apa yang akan kita lakukan--dan ke mana. Aku tak pernah punya rederensi tempat  yang baik. Jadi semuanya kuserahkan padamu. Dan memang selalu begitukan? Aku tak cukup pintar untuk mengambil suatu keputusan, dan aku senang jika kamu yang menentukan. 


"hm. bngung syg. Kirain jadi beli sepatunya."

iya. Kamu benar. kali ini kita sama-sama bingung. Aku masih menangkap sinyal kecewa dari SMSmu. Bingung mengetik SMS balasannya. 


"iy syg. Tadi ada yg aq suka.

Jadi kubeli, Pas pula ukurannya 36.
jadi kemana kita?
lg ngapain ab?"
Kuketik SMS itu dengan jujur, dan kurasapun kamu akan mengerti. Jadi kita kemanapun aku bingung. terlintas kamu yang mungkin sudah lama menungguku. Tadi pagi kita mengkonfirmasi ulang rencana ini. Fix pukul 4 sore, dan batal. Kamu pasti kecewa.


"Gk lg ngapain dq.

Cma nonton TV. 
Syglh yg nentuin x ini ya? :D"

"owh. hehe.
hm. ga tau aq mw kemana. ya udah, kemenplas kita yok. :)"
Aku yang menentukan? aku tambah bingung ke mana kita akan menghabiskan waktu. Intinya aku hanya ingin bertemu. Bagiku di manapun bukan masalah. Namun ketika aku yang harus menentukan kemana tujuan kita, aku pun ikut bingung.  Tapi kembali kerencana semula tidak buruk sepertinya. Toh kegiatan yangg tidak di lakukan hanya belanja. 



"ayok2 aja abg le.

Marhua hita tu san?
Adong na dituor?"
balasan SMSmu berikutnya juga membuatku bingung. 


"dang adong nian.

Tp kan udah janji semalam.
Hbsnya ga tau aq lagi mw kemana kita Le."
ku balas SMS itu dengan jujur. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.


"Hehe. Jalan2 aja kita?
makan ice cream?

Trus k gramed yuk? Gmna?"
ajakanmu yang seketika membuat aku merasa kalau kamu baik-baik saja. Tidak marah maksudku. Ice cream? Aku batuk, tapi tidak masalah. Toh aku pengen makan ice cream. Gramed? Perjalanan yang baik. Nanti aku akan melihat novel mana yang akan kubeli. Sontak dengan senang hati ku iyakan tawaran itu. 



"hehe.ok syg. dengan senang hati. Jam piga?"




"stengah jm lg yo.

Okok."
Setengah jam lagi? berarti aku masih sempat untuk merapikan kamar, mencuci piring dan mandi. Tentu. Tentu. Rasaku setengah jam cukup untuk semuanya.


okok syg. Saya mandi dulu.



                                ****



Empat puluh lima menit berlalu. Lewat lima belas menit dari yang  kita sepakati. Lagi-lagi aku lalai memakai waktuku. Aku baru selesai mengerjakan semuanya.



"Gk jd le?" tiba-tiba aku membaca SMSmu ini. Loh mengapa ditanyakan jadi atau tidak. Aneh. Tapi kusadari, aku terlambat. Buru-buru kusiapkan semuanya. Sisiran, pakai bedak, air minum dan tissue.



"Jadi syg. Knp?"



"Gpp. Uda siap? Tggu depan ya."


"iy syg."


                               ****


 Apa yang membuat kita 'tidak berisik'? Kerap sekali tanya ini membuat bibirku tersenyum simpul atau bahkan tersenyum sumringah. Tak peduli tempat, bukankah ketika kita sudah bertemu derai tawa selalu hadir bersama kita. Seakan tak pernah ada beban di pundakku. Seolah aku orang yang tidak pernah menitikkan air mata. Hal yang sangat kusyukuri bisa kunikmati, dan itu terjadi hanya bila denganmu saja.

"Kemarikan helemmu" katamu. Lalu aku melepaskan helmku dan kita berjalan dari parkiran sepeda motor, melewati pagar, menaiki beberappa tangga dan menuju eskalator. Sore ini kita akan makan ice cream di City Ice cream Medan Plaza. 

"Kau cantik." Kalimat saktimu pun keluar. "Aku menyayangimu" Kalimat saktimu yang kedua ditambah dengan tatapanmu yang kunamakan 'tatapan penuh cinta' (Hahahaha) sukses membuat aku tersipu. 

"Biasa aja Le." Ku tanggapi sedikit diplomatis. Bukan aku tidak suka.Akku justru selalu bahagia saat kedua kalimat itu kudengar.

Waktu yang bergulir diisi dengan canda dan sedikit komentar-komentar aneh tentang orang-orang yang ada di sekitar kita. Wanita yang mengenakan rok super mini tepat di samping kananku, lelaki yang sedikit sakau di belakangmu. Dan dengan angkuh bisa ku simpulkan, mereka tidak sebahagia kita berdua.

                                                         ****
GRAMEDIA SELANGKAH LAGI (SEHARUSNYA)

"Mana kunci" katamu sambil meraba-raba saku dan tasmu. "Ada ku titip Le?" Tanyamu lagi. 
Aku sontak bingung. Kamu tidak menitip kunci motor padaku.
"Hanya karcis." Kataku seraya juga mengaduk-aduk tasku. Berharap juga menemukan kunci.

Ada bias bingung di matamu. "Kita cari saja." usulku meski tidak tahu apakah kita akan menemukan kunci itu atau tidak. Lalu kita kembali menyusuri jalanan yang kita lalui tadi. Mencari di aspal, di tangga, eskalator dan tempat kita menyantap ice cream. Dan hasilnya nihil. Kita tidak menemukan kunci motormu. Justin kehilangan belahan hatinya. Aku rasa begitu.

"Jadi gimana?"
yah, apa yang harus kita lakukan. Berembuk dan memutuskan untuk kembali ke kosmu. Menjemput kunci serap. Sialnya saat itu langit juga sedang menguji seberapa bersabarnya kita. (Aku rasa begitu). Hujan dan aku tidak membawa payung. kita berlari-lari kecil menerobos hujan. Menunggu angkot. Sedikit lama kita berdiri dijatuhi hujan-hujan itu. Dingin dan angkot tak kunjung tiba.

lima belas menit, 20 menit, entahlah. Ada beberapa angkot yang kita lewatkan dengan alasan firasat buruk, padahal kita sedang terburu-buru saat itu. Dan akhirnya angkot yang kita tunggu pun datang. Hujan masih saja setia membasahi jalanan. Kita berdua basah. Dingin sekali.

"Kau tinggal aja nanti. Biar abang aja yang jemput motornya." katamu. 
Lalu dengan keras ku tolak. Mengapa harus membiarkanmu sendiri sementara aku ada. 

"Kau nanti turun di Rela. Nanti kemalaman." Katamu lagi. 

"Oh, ya sudahlah." tak iklas sebenarnya. Tapi rasaku percuma membantah, meski sebenarnya aku ingin sekali ikut. 
hening sejenak.

"Ikutnya kau nanti? biar bang Dau yang antar ke Menplas nanti." Kalimatmu membuatku bersemangat. Intinya kamu mengizinkan aku ikut. Itu saja.


Waktu terasa lambat berjalan. Belum sampai tujuan. masih di Tuasan. Berjalan cepat dan menunggu kendaraan berikutnya. Tak kunjung tiba. Lalu kita memutuskan untuk naik beca.

"Berapa tulang?" tanyamu kepada tukang becak.

"tujuh ribu"

"Lima ribu ya tulang. Dekat kok. " Dalam kondisi genting beginipun tawar menawar masih terjadi. 

"Oke"

Akhirnya kita tiba setelah beberapa menit duduk manis di dalam beca. Segera mungkin kamu mencari kunci serap yang entah ada di mana. Bongkar sana-bongkar sini. Hampir putus asa. Namun akhirnya kunci serapnya ditemukan. Sontak kamu dengan girang menghempaskan tubuh ke kasur. Lega. Akupun ikut lega. Tak terbayang jika kunci itu tak nampak. Tak bisa ku bayangkan bagaimana cerita selanjutnya.

"Cium dulu." Satu ciuman mendarat di keningku. "Sekali lagi."
hah, jiwa ekspresifnya telah kembali kepermukaan. Lega rasanya kuncinya sudah dapat. Wajahmu ceria. Bahagia rasanya melihat ekspresi itu di wajahmu. Indikator kalau kamu memang baik-bak saja.

Lalu segera mungkin kita menuju tempat semula. Bang Dau berbaik hati mengantar. Berkenanlan dengan Kak Mekka yang cantik dan lembut.  Selebihnya aku membatu. Bingung hendak bicara apa. Ah beginilah aku. Bersyukur sekali lelakiku memaklumi kondisi ini.

21.30 WIB. akhirnya kita tiba di Medan Plaza. Hujan masih membungkus kota.
Setengah berlari kurasa, akhirnya kita sampai di tempat parkir. Bersyukur sekali tak ada yang kurang pada si Justin. Jikalau ia bisa berbicara, mungkin dia akan mengomel. "Kenapa kunciku bisa hilang. Dasar teledor" kira-kira begitu mungkin.

                                                          ****

Menghela nafas. Akhirnya setelah perjalanan yang aneh, semuanya bisa teratasi. Setelah mandi hujan,  Tertawa dan terharu mengenang perjalanan yang sama sekali tidak direncanakan itu.

Hei, Siapa yang satu kali kencan menggunakan banyak sekali alat transportasi? Rasanya hanya kita berdua. yah, kencan pertama yang penuh kejutan sayang.

Kira-kira siklusnya begini:
Sepeda motor (dandanan rapi dan wangi) - Angkutan Kota - Jalan kaki - Becak - Mobil - Sepeda motor (Basah dan acak-acakan)

Hari ini luar biasa. Bagaimana jadinya bila aku pulang dan sudah berada di kamar, sementara kamu harus sendirian? Rasanya itu akan membuatku tidak tenang. Labih baik aku turut menyaksikannya. Toh apa yang kukuatirkan bila aku bersamamu.

Lihat!
Dalam susah sekalipun,
saat kita menjalaninya berdua,
bukankah semuanya terasa mudah dan manis?
Jadi jangan suruh aku pergi.
Jangan suruh aku meninggalkanmu.
Apapun yang terjadi.
Biarkan aku bersisian denganmu.
Biarkan kita berjalan bersama. 
Aku mencintaimu.
ya, Kamu!

-(Kencan Perdana, Sabtu 10 Agustus 2013)

 
A Walk to Remember Blogger Template by Ipietoon Blogger Template